Mantan Atase KBRI Malaysia Akui Terima Fee Urus Calling Visa | Judi Blackjack Online | Bandar Blackjack
[ 20-09-2017 ]

Mantan Atase KBRI Malaysia Akui Terima Fee Urus Calling Visa | Judi Blackjack Online | Bandar Blackjack

Judi Blackjack Online - Dwi Widodo, Mantan atase KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, mengakui kepada Bandar Blackjack bahwa dia menerima uang dari para pemohon calling visa. Uang tersebut disebutnya sebagai tanda ucapan terima kasih dari para pemohon. 

"Saya tidak meminta uang, kalau diberi uang iya. Itu sebagai tanda terima kasih untuk pembuatan brafak atau sekalian calling visa. Namun saya tidak meminta," kata Widodo kepada Bandar Blackjack di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, pada Rabu 20 September 2017. 

Dwi Widodo menyebut kepada Judi Blackjack Online pemberian uang tersebut seringkali diterimannya usai permohonan calling visa dikabulkan. Besaran uang yang diterima olehnya pun variatif.

"Dikasih jumlahnya variatif, kalau dirupiahin sekitar Rp 200 ribu sampai dengan Rp 300 ribu. Nggak minta uang," terangnya kepada Judi Blackjack Online

Uang jasa tersebut dikirimkan para pemohon atau penjamin melalui rekening BRI cabang Riau milik Dwi Widodo. Bahkan Dwi Widodo juga mengakui bahwa dia menggunakan rekening Mandiri milik anaknya Satria Dwi Ananda. 

Uang yang ditransfer penjamain pemohon atau pemohon itu kemudian disetorkan ke loket. Sementara kelebihan transfer uang tersebut dikumpulkan ke stafnya yang bernama Eli. 

"Saya berikan ke staf saya. Saya bilang kalau ada uang dari perusahaan ini temen saya, diserahkan ke PNBB, itu di loket. Sisanya dikumpulkan dan disimpen oleh Eli, karena dia (penjamin pemohon calling visa) mentransfer ke saya," jelasnya kepada Bandar Blackjack

Dwi Widodo mengatakan bahwa selama ini tidak pernah menjual jasa pengurusan calling visa. "Ini dari mulut ke mulut saja, " ujar Widodo. 

Dwi disangka telah menerima suap ketika menjabat Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Malaysia. Dia kemudian telah dinonaktifkan dari jabatannya karena diduga telah menerima suap dengan total sampai dengan Rp 1 miliar terkait dengan pembuatan paspor serta calling visa di KBRI Kuala Lumpur. 

Modus yang dilakukan Dwi Widodo adalah dengan meminta perusahaan sebagai agen atau makelar dan memberikan sejumlah uang. Atas perbuatannya, Dwi telah didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.